Selasa, 23 Juli 2013

Menikmati peran sebagai Ibu Rumah Tangga

Credit
Ramadhan tahun ini saya benar-benar merasakan full sebagai ibu rumah tangga. Meskipun menikah hampir 4 tahun, tetapi baru tahun ini saya melaksanakan peran tersebut. Tahun-tahun sebelumnya saya ngekost, jadi sahur dan buka puasa selalu beli makanan dari luar. Suami juga tidak rewel, selalu tersenyum meskipun kadang-kadang sahur hanya nasi goreng.


Pelajaran pertama Ramadhan tahun ini adalah merasakan memasak pada dini hari. Awal puasa dirasa sangat berat, karena harus bangun pukul 02.00 WIB, beda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya yang bisa bangun setengah empat karena tinggal beli di depan kostan. Alarm di Hp pun harus dibuat berulang-ulang. Saya susah sih bangunnya, dalam hati selalu berkata, “ Lima menit lagi aja,,,” Dan tidur lagi, hehe. Tapi sekarang alhamdulillah, setelah seminggu jadi terbiasa, tak ada alarm pun, suka terbangun dengan sendirinya.

Kebetulan suami orangnya tidak suka makanan yang dihangatkan, jadi harus masakan baru tiap kali makan. Jadi lumayan ribet bagi saya, karena menu untuk sahur harus baru lagi, apalagi saya harus menyiapkan makanan untuk 4 orang (Saya, Suami, Adik, Nenek). Dulu zamannya SMP dan SMA enak, ada Ibu yang menyiapkan, saya dibangunkan ketika semua masakan sudah terhidang, tinggal am. Sekarang harus mandiri menyiapkan segala sesuatunya sendiri. Adik saya juga ga bisa bantu karena dia laki-laki. Benar-benar pelajaran yang berharga, makin sayang deh sama Ibu tercinta. Big Hug for you, Mom!!!!

Kalau memasak untuk berbuka tidak ada masalah, karena memang saya juga semangat untuk membuat menu-menu yang sudah terbayangkan lezat ketika nanti berbuka. Cuma sekarang mungkin jadi tidak ada waktu untuk ngabuburit ke luar seperti tahun-tahun sebelumnya, karena memang dari jam 16.00 WIB harus sudah mulai memasak. Tapi ternyata ngabuburit di rumah juga mengasikkan. Bisa masak sambil mendengarkan tausiyah dari radio.

Menu kolak selalu identik dengan buka puasa. Begitu juga suami saya, pecinta kolak sejati. Meskipun mengawali buka dengan kurma, dia selalu saja ingin kolak. Alhasil saya tiap hari bikin kolak, karena di dekat rumah tidak ada yang jualan kolak. Saya suka bikin kolak yang banyak dan setengahnya saya bawa ke mesjid. Mereka selalu suka dengan kolak saya karena dibuat dengan gula aren. Ini karena di sekitar tempat tinggal saya, gula aren sangat mahal, jadi jarang digunakan. Mereka selalu menggunakan gula putih. Kalau saya suka diberi stock gula aren dari Ibu di Garut hehe (wong tinggal ngambil, karena Ibu saya memang usahanya gula aren).

Kegiatan yang paling ramai adalah di mesjid, karena kita bisa saling merasakan makanan yang beraneka ragam. Kalau dulu semasa anak-anak, suka seru untuk berebutan makanan yang dibagikan, tapi sekarang berebutan untuk menyediakan makanan yang akan dibagikan. Karena itulah, akhirnya pihak DKM membuat jadwal, agar yang menyumbang makanan tidak menumpuk di satu hari, dan pada hari berikutnya kosong. Sebenarnya ini juga jadi pemicu bagi anak-anak agar lebih semangat pergi ke mesjid dan melaksanakan tarawih karena seperti di tempat saya, terdapat dua sesi pembagian makanan, yang pertama ketika untuk berbuka, dan yang kedua ketika selesai salat tarawih.

Terasa lengkaplah perjalanan Ramadhan tahun ini dengan peran sebagai Ibu Rumah Tangga, meskipun ada satu yang dirasa kurang, kehadiran seorang anak. Mudah-mudahan ramadhan berikutnya saya sudah menggendong bayi, ketika memasak untuk berbuka dan sahur sudah ada tangisan dan rengekan bayi. Membayangkannya saja sudah senang, apalagi merasakannya. Semoga saja. 

l

4 komentar:

  1. terima kasih atas partisipasinya ya Mbak. semoga harapannya tahun depan sudah ada tangisan bayi terkabul ya. Amiinn

    BalasHapus